Kamis, 17 Juli 2014

Sistem Dinamis





Sistem merupakan istilah yang sering didengar namun memiliki banyak makna. Variasi makna ini bergantung pada bidang dimana istilah sistem tersebut digunakan. Blanchard, dalam Harrell dkk. (2004), menyatakan bahwa sistem adalah sekumpulan elemen – elemen yang berfungsi secara bersama – sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan Gordon (1987) mendefinisikan sistem sebagai sebuah kesatuan atau sekumpulan objek yang tergabung pada suatu interaksi atau interdependensi (kesaling tergantungan). Muhammadi dkk. (2001) memberikan definisi pada sistem yaitu keseluruhan inter-aksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Menurut Olsson dan SjÓ§stedt (2005), jantung dari sistem adalah interaksi antara sejumlah elemen dalam sistem yang terpisah dari lingkungan eksternal. Sistem eksternal akan terhubung dengan sistem melalui sejumlah input maupun output yang dapat ditunjukkan pada gambar berikut:


Dari beberapa definisi sistem tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekumpulan elemen yang saling berinteraksi (bekerja sama) dan bergantung untuk mencapai suatu tujuan bersama pada lingkungan tertentu. Dalam sistem, masing – masing elemen memiliki peran tersendiri.
 

Minggu, 13 April 2014

Distribusi Dua Level



Dua level distribusi pada supply chain menempatkan adanya beberapa plant yang mendistribusikan produknya ke sejumlah distribution center (DC) dimana setiap DC yang ada akan mendistribusikannya ke tiap-tiap customer yang telah ditentukan. Setiap plant maupun DC memiliki jumlah unit kapasitasnya sendiri sedangkan tiap customer memiliki angka permintaan tertentu yang dalam hal ini akan menjadi constraint dalam pembuatan model solusinya. Adapun komponen-komponen biayanya terdiri dari  biaya per unit produk yang bersifat kontinyu seiring dengan pertambahan unit produk yang didistribusikan, serta biaya tetap yang muncul setiap kali proses distribusi diselenggarakan baik dari plant ke DC, maupun dari DC ke konsumen.  
 

Cost Benefiit Analysis


Cost Benefit Analysis (CBA) merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk mengukur pencapaian hasil yang diperoleh berdasarkan penentuan biaya dan keuntungan terhadap alternatif-alternatif yang telah ditentukan (Siegel dan Shimp, 1994). CBA juga dapat diartikan sebagai suatu analisa untuk menguraikan cost dan benefit secara tangible dan intangible. Pada dasarnya, cost adalah suatu ukuran dari sumber yang diharapkan untuk mendapatkan suatu hasil. Sedangkan, benefit adalah suatu manfaat dalam bentuk penghematan biaya, penghindaran keluarnya biaya, penambahan pendapatan atau keuntungan lainnya yang intangible.

Benefit terbagi atas 3 bagian yaitu:

Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) pertama kali dikembangkan di Negara Jepang pada tahun 1996 oleh Dr. Yoji Akao. Definisi dari QFD sendiri menurut Dr. Yoji Akao adalah suatu metode untuk mentransformasikan permintaan dari user menjadi sebuah design quality untuk menyebarkan function forming quality dan menyebarkan metode-metode untuk mencapai design quality ke dalam sistem, bagian komponen, dan elemen-elemen spesifik dalam proses manufaktur.

QFD didesain untuk membantu para perencana agar dapat fokus pada karakteristik dari produk maupun layanan yang ada dari sudut pandang segementasi pasar, perusahaan, atau kebutuhan pengembangan teknologi. QFD juga sangat berguna untuk mentransformasikan Voice Of Customer (VOC) ke dalam karakterisik engineering untuk sebuah produk atau service dengan memprioritaskan karakteristik masing-masing produk atau service bersamaan dengan pengaturan target pengembangan secara simultan untuk produk atau service tersebut.

Differential Evolution



Pada kasus optimasi, umumnya orang-orang menginginkan suatu teknik optimasi yang memenuhi empat sayarat. Pertama, mampu mendapatkan nilai global optimum tanpa menghiraukan nilai initial dari parameter sistem. Kedua, bisa mencapai konvergensi nilai solusi dengan cukup cepat. Ketiga, membutuhkan kontrol parameter yang sedikit, sehingga akan mudah digunakan. Keempat, bisa mengatasi permasalahan non-differentiable, nonlinear, dan multimodal (Storn dan Price, 1995). Kemudian dibuatlah algoritma Differential Evolution (DE) yang benar-benar handal, tidak hanya simple tetapi juga ampuh dalam berbagai permasalahan. 

DE pertama kali diperkenalkan oleh Storn dan Price (1995) sebagai metode penyelesaian permasalahan optimasi kontinyu yang berdasarkan populasi (population-based) stokastik. DE terbukti efektif dan tangguh dalam menyelesaikan berbagai macam kasus optimasi, tidak hanya kasus kontinyus tetapi akhir-akhir ini juga permasalahan diskret (Kushida, dkk, 2012). Secara sederhana, langkah dari algoritma Differential Evolution ini hanya membutuhkan dua vektor yang dipilih secara random untuk membuat vektor yang ketiga.

<belum selesai>

Cara Pengukuran Jarak antara dua titik



Pada permasalahan tata letak fasilitas, titik yang dijadikan acuan dalam pengukuran bisa menggunakan titik dari proses input-output. Cara ini lebih mendekati kondisi yang sebenarnya dilapangan, kelemahan dari cara ini terkadang informasi titik ini tidak diketahui secara lengkap. Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan mengukur jarak dari pusat fasilitas, cara ini lebih mudah dilakukan, namun kelemahannya jika fasilitas yang akan disusun mempunyai bentuk yang tidak rectangular, yang sulit untuk mencari titik tengahnya.

Pengukuran jarak dari suatu titik terhadap titik yang lain secara aktual akan tergantung dari sistem material hadling yang digunakan, keahlian tenaga kerja, dsb. Untuk keperluan penelitian ataupun akademik pada umumnya digunakan pendekatan, beberapa cara yang sering digunakan menurut Heragu (2008) adalah sebagai berikut: 

Tata Letak Fasilitas (2)


Permasalahan Tata letak fasilitas atau biasa disebut dengan Facility layout Problem (FLP), merupakan permasalahan penempatan fasilitas didalam suatu area. Fasilitas adalah suatu elemen yang memberikan manfaat pada pekerjaan, seperti; departemen, mesin, gudang, manufacturing cell, dll (Heragu, 2008). Menurut Meller (2006) Fasilitas merupakan elemen yang diperlukan dalam kegiatan produksi, sehingga tidak hanya berupa peralatan manufaktur yang bisa dikatakan fasilitas tetapi juga termasuk sistem pelayanan, rumah sakit, sekolah, bandara, gudang, dll (Singh dan Sharma, 2006). Menurut Wignjosoebroto (1991) tata letak fasilitas didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas fisik pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut mempetimbangkan luas area yang akan ditempati, sistem material handling, rentang waktu penggunaan lantai produksi, dsb. Koopman dan Backman (1957) mengklasifikasikan tata letak sebagai suatu permasalahan umum dalam dunia industri dengan tujuan menata fasilitas sehingga bisa meminimasi biaya perpindahan material. Shayan dan Chittilappilly (2004) mendafinisikan tata letak fasilitas sebagai problem optimasi yang mencoba membuat tata letak lebih efisien dengan mempertimbangkan interaksi antara fasilitas dan material handling.